Sudah beberapa tahun ini, budaya Korea berkembang pesat dan masuk ke Indonesia, terutama budaya K-Pop. K-Pop adalah kepanjangan dari Korean Pop yang berarti musik popular yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea, atau yang lebih akrab disebut girlband dan boyband, sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kepopuleran ini juga menciptakan sindrom baru di kalangan remaja di berbagai dunia yang disebut dengan Korean wave atau demam Korea di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia.
Populernya budaya K-Pop sampai terjadi Korean wave di berbagai negara membuat aspek-aspek lain yang berbau Korea juga sampai di Indonesia. Aspek-aspek lain tersebut adalah kuliner, fashion, dan teknologi. Ketiga aspek tersebut ikut mendunia bersama K-Pop.
Masih ingat bagaimana tanggapan dunia terhadap iPad saat pertama kali dipresentasikan Steve Job? Banyak orang yang merasa Amerika begitu keren dan beruntung memiliki Steve Job. Sejak saat itu, banyak orang mulai menggunakan produk apple untuk menunjang pekerjaan, bisnis, maupun kegiatan sehari-harinya. Namun, beberapa tahun kemudian Samsung berhasil go internasional dengan membawa banyak modifikasi-modifikasi yang mutakhir. Tak sedikit pengguna produk mac yang kemudian berpaling ke Samsung.
Saya juga tidak punya kapabilitas banyak untuk membicarakan teknologi dan spesifikasi Apple maupun Samsung. Akan tetapi, hal saya bagi di sini adalah pandangan saya tentang Korea yang berhasil mendunia dengan produk budayanya.
Sejarah Masuknya Produk Budaya Korea ke Indonesia
Pada tahun 2002, Piala Dunia diselenggarakan di Korea Selatan dan Jepang. Sebagai tuan rumah, Korea saat itu sukses menempati urutan ke-4. Ia keluar sebagai kekuatan baru Asia dalam dunia sepakbola dan berhasil menjadi perhatian dunia karena prestasinya itu. Hal tersebut menjadi titik balik kebangkitan Korea di dunia.
Beberapa waktu selama piala dunia berlangsung, beberapa stasiun televisi swasta tanah air gencar menayangkan drama maupun film Korea. Keberhasilan drama Korea mengambil hati masyarakat Indonesia dapat dibilang cukup berhasil. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya minat penonton terhadap serial drama Korea yang pertama kali ditayangkan saat itu, Endless Love. Serial drama Korea ini disambut baik oleh masyarakat. Suksesnya Endless Love membuat stasiun tv lokal lebih gencar mengimpor drama dari negeri gingseng ini. Serial drama seperti Winter Sonata, Full House, Princess Hours, sampai Boys Before Flower tak kalah sukses menarik perhatian masyarakat Indonesia. Bahkan, aktor dan aktris pada drama tersebut menjadi idola baru.
Populernya serial drama tersebut membuat segala sesuatu berbau Korea diminati di Indonesia, salah satunya dalam bidang musik. Pada umumnya drama-drama tersebut menghadirkan original soundtrack yang dinyanyikan oleh aktor atau aktrisnya sendiri. Kedinamisan musik Korea dengan dramanya ini cukup memiliki daya pikat sehingga musik Korea diminati. Selanjutnya, mulai muncul boyband dan girlband. Variasi musik yang ditawarkan bermacam-macam, mulai dari pop, dance, electropop, hip–hop, rock, maupun R&B. Ketampanan dan kecantikan dari artis Korea juga menjadi salah satu alasan masyarakat menyukai budaya K-Pop.
Setelah itu, mulai muncul korean fashion, yang barang-barang palsunya banyak dijual di pasar-pasar tradisional, entah KW keberapa. Ada satu hal yang membuat saya heran, Korea jarang melakukan branding atas korean movies seperti yang dilakukan FOX, Universal, atau industri-industri film Amerika lainnya. Jarang film Korea yang masuk bioskop dan melakukan kampanye kepada masyarakat agar membeli film-film aslinya. Entahlah. Akan tetapi, mereka justru terkesan ‘menerima’ berbagai macam pembajakan, entah itu film, serial drama, musik, fashion, aksesori, dan sebagainya. Sebagai penikmat dan pembelajaran urban culture, saya menilai Korea sangat cerdas dalam hal ini.
Maka dari itu, banyak produk dari mereka yang dikonsumsi dan dinikmati oleh para penggemarnya di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Strategi Cerdas Korea dengan Produk Budayanya
Kita hanya melihat keberhasilan Korea dalam menyebarkan virus-virus K-Pop dan industri hiburan lain. Kalau kita mau melihat lebih dalam, produk budaya adalah kata kunci dari kesuksesan Amerika menjadi negara adidaya. Saya yakin Korea juga memikirkan hal yang sama. Itulah sebabnya mereka mengobral segala macam bentuk produk budaya untuk menjadi sebuah cara pandang populer mengenai hal-hal kekinian, seperti lelaki ganteng, perempuan cantik, warna yang indah, kisah yang romantis, bentuk fisik manusia yang sempurna, musik yang asyik, dan hal populer lain yang membuat horizon harapan penikmatnya senang.
Sembari mengobral produk budaya, Korea bekerja keras untuk melakukan inovasi dan menjual produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk iptek tersebut mampu bersaing dengan produk-produk dunia yang telah mapan lebih dulu. Korea mempunyai strategi memasarkan produk mereka dengan harga yang murah sehingga menarik perhatian pasar. Setelah mengeluarkan produk smartphone mini tersebut, Samsung gencar mengeluarkan produk-produk lainnya, seperti Tab, Note, Samsung ATIV, dan banyak produk-produk berkembang lainnya.
Pemasaran produk tersebut juga sangat unik. Produk tersebut digunakan oleh tokoh-tokoh serial drama dan juga artis-artis boyband maupun girlband yang digemari masyarakat. Dengan begitu, masyarakat akan tertarik untuk membelinya karena produk tersebut digunakan oleh idola mereka. Tidak hanya produk iptek saja, akan tetapi juga pakaian, aksesori, dan berbagai macam makanan.
Lee Jong Suk menggunakan smartphone di dramanya
Dengan melihat hal di atas tadi, mau tidak mau kita harus objektif menilai bahwa Korea terkenal bukan hanya dari K-Popnya saja. Di Jogja, saya mulai melihat produk KIA dan Hyundai merambah pasar dengan strategi yang sama dengan Samsung. Bisa jadi Toyota tersingkir dalam kurun waktu tertentu.
Karena negara ini sangat getol menjual produk budayanya melalui K-Pop, ternyata ini juga berpengaruh terhadap produk budaya tradisional mereka. Budaya tradisonal Korea juga ikut terangkat ke kelas Asia bahkan dunia, seperti pakaian adat Korea, yaitu handbook, musik tradisonal Korea, yaitu Madangbal Salmunori, dan ada juga tari kipas tradisional, yaitu Buchaecum. Tidak hanya itu, warung-warung makan yang menjual makanan khas Korea juga sudah banyak ditemui di Indonesia. Para penggemar dan penikmat produk budaya Korea juga dapat merasakan langsung kuliner khas Korea, seperti kimbab, kimchi, bulgogi, bimbibap, jajangmyeon, dan sebagainya. Oleh karena itu, Korea dapat diprediksi akan menjadi negara yang ekonominya kuat beberapa tahun ke depan.
Kapan Indonesia?
Nah, saya tidak akan merasa heran dan kagum terlalu lama dengan kerja keras Korea. Memang butuh waktu yang untuk mengamati perkembangan Korea, membaca literaturnya, serta mempelajari budaya dan bahasanya untuk tahu strategi-stragegi lain yang dimiliki Korea untuk menaikkan ekonomi nasional. Namun, kita tidak boleh berlarut. Jika Korea bisa, kita jangan lupa bahwa Indonesia juga mempunya potensi besar. Indonesia adalah negara maritim. Anak-anak yang makan ikan laut organic di desa-desa pesisir mempunyai IQ yang tinggi. Gizi mereka banyak. Sumber daya manusia dan juga sumber daya alam kita lebih besar daripada Korea. Apalagi masalah budaya. Indonesia jauh lebih kaya akan produk budaya daripada Korea. Korea yang memiliki sumber daya alam yang terbatas saja bisa menggunakan strategi-strategi jitu mereka. Bagaimana dengan Indonesia?
Sayangnya, kita belum mau berpikir agar Indonesia jadi semakin maju. Daya juang dan kemauan belajar anak Indonesia masih kurang. Minat baca dan menulis di kalangan pelajar serta mahasiswa juga masih minim sekali. Selain itu, faktor kemiskinan masih menjadi penghalang masyarakat menengah ke bawah untuk dapat mengenyam bangku pendidikan. Marilah generasi muda Indonesia untuk berhenti berleha-leha. Mari kita bekerja keras bersama untuk membuat Indonesia menjadi lebih jaya dengan potensi yang luar biasa ini. Mari berhenti mengeluhkan ini-itu. Mari belajar lebih banyak lagi.
Saya mau melanjutkan belajar dan berkarya. Bagaimana dengan teman-teman?