[RELEASE] Oleh-Oleh dari Kota Hujan: The Ambassador BPJS Ketenagakerjaan Camp 1 Batch 2

1457671112972

Bangunlah jiwanya. Bangunlah badannya. Untuk Indonesia Raya.”

Saya tidak tahu apa yang ada di dalam benak W.R. Supratman ketika menciptakan lagu ini. Pada bagian ini, entah mengapa rasanya selalu terenyuh. Entah benar atau tidak, di balik sebait lirik lagu kebangsaan Indonesia ini terdapat harapan yang besar untuk rakyat Indonesia. Indonesia ada di dalam genggaman pemuda-pemudanya. Indonesia tanpa pemuda-pemudanya hanyalah kayu yang keropos. Oleh karena itu, pemuda-pemuda Indonesia diharapkan dapat membangun jiwanya, melatih mental, dituntut untuk berintelektual, diharapkan punya kreatifitas, dan mempunyai attitude yang baik. Selain itu, pemuda-pemuda Indonesia juga diharapkan dapat membangun badannya, melatih fisik dan raga agar para pemuda mempunyai kekuatan untuk membela negara dan membangun Indonesia.

Kira-kira demikianlah yang dialami oleh 233 pemuda dari seluruh Indonesia pada 3 Maret – 8 Maret yang lalu di Sentul, Jawa Barat. Pemuda-pemuda itu membangun jiwa dan membangun badan untuk Indonesia Raya. Saya ada di sana bersama teman-teman dari KSE Nusantara dari Universitas Syiah Kuala, Aceh sampai dengan Universitas Cendrawasih, Papua.

BUKAN KOTAK-KOTAK

Ya. Manusia hidup memang sering terkotak-kotakkan, mengkotak-kotakkan, dan dikotak-kotakkan. Betul? Namun, percayalah. Kami di sini bukan untuk mengkotak-kotakkan diri atau sengaja dikotak-kotakkan. Justru inilah yang membuat kami melebur. Pertama kali, kami dibariskan di halaman dengan berpakaian putih-putih. Di sana, kami dibagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok besar itu pura-puranya adalah provinsi. Ada tiga provinsi yang terbentuk yaitu provinsi Sumatera Utara, provinsi Kalimantan Timur, dan provinsi Papua Barat. Yey, aku masuk di Provinsi Papua Barat. Untuk informasi saja, haha.

Screenshot_2016-03-11-11-40-36-1Teman-teman dari Kabupaten Balige, Sumatera Utara

Oke lanjut ya. Jadi, setiap provinsi itu dipimpin oleh gubernur. Pemilihan gubernur dilakukan saat itu juga. Ada yang mengajukan diri, ada yang ditunjuk, ada yang juga sampe kampanye dan pemilu (?). Ha, enggak deng. Bercanda. Oke, lanjut. Namun, apapun caranya, akhirnya terpilihlah tiga gubernur dari tiga provinsi-provinsian tersebut. Akhirnya kami punya pemimpin yang akan kami patuhi. Setelah terpilih gubernur, ternyata, kami harus memisahkan diri lagi menjadi dua kabupaten per-provinsi. Kurang lebih samalah. Kami memisahkan diri jadi dua kabupaten. Masing-masing kabupaten dipimpin oleh seorang bupati. Pemilihan dilakukan saat itu juga, sama seperti pemilihan gubernur. Singkat kata,  bupati-bupati dari enam provinsi terpilih dan menjadi pemimpin di masing-masing kabupaten.

Begitulah. Untuk lima hari ke depannya, kami akan selalu baris berdasarkan kelompok besar tersebut. Setiap kumpul sebelum kegiatan, gubernur dan bupati melakukan presensi anggota kelompoknya dan memastikan semuanya lengkap. Bila ada yang terlambat dan tidak ikut kegiatan, gubernur dan bupatilah yang akan bertanggung jawab. Jiwa-jiwa kepemimpinan mulai ditanamkan di sini. Jadi, kelak ketika ada kesalahan-kesalahan, yang dicari oleh pelatih adalah bupati dan gubernurnya, disuruh push up. Dunia memang kejam ya terkadang. Yang salah siapa, yang push up siapa.

PENGONTROL ENAM HARI KEHIDUPAN, PADAHAL BUKAN TUHAN

Kalau ada yang bisa mengontrol kehidupan manusia di alam semesta selain Tuhan Yang Maha Kuasa, dia adalah pelatih Aga. Bukan hanya dia sih, seluruh officer yang tidak memperkenalkan diri dengan ramah tamah tapi langsung menghangusbumikan jiwa raga kami juga ikut andil. Dalam hal ini, seakan-akan seluruh waktu kami  dibungkus jadi satu pake box dan diserahkan kepada para pelatih untuk dikelola dan dimanajemen dengan baik. Ada untungnya sih. Kami yang biasanya mengatur waktu sendiri, secara gratis mendapatkan layanan manajemen waktu oleh officer the ambassador bpjs ketenagakerjaan camp 1 batch 2. Luar biasah. Mulai dari waktu untuk makan, coffe break, sholat, mandi, materi, jalan-jalan, foto-foto, dan sebagainya. Jadi, setidaknya kami tidak perlu pusing-pusing memikirkan habis-ini-mau-ngapain-ya-biar-nggak-wasting-time. Betul kan? Karena saya yakin semua kegiatan di sini tidak ada yang wasting time. Betul?

Bukan hanya waktu ya. Kami juga diajari bagaimana caranya mempunyai attitude yang baik. Mulai dari menghargai waktu alias on time. Ini bakalan jadi refleksi untuk anak-anak yang sukanya berkelit ngaret ketika janjian. Di sini kami nggak bisa berkelit untuk ngaret. Boro-boro ngaret, orang niat buat ngaret aja nggak ada yang berani. Ini bagus. Semoga kebiasaan ini terbawa sampai ke kehidupan nyata kami.

Kedua adalah cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Ini terbukti di waktu sholat dan makan yang super kilat kayak paket JNE. Selain itu, kami juga dituntut mempunyai keberanian unjuk diri serta kemauan mengeluarkan pendapat. Sebagai pemuda Indonesia dan juga sebagai ambassador, punya attitude aja  nggak cukup. Makanya, ketika menerima materi, kami selalu berebut untuk menanggapi dan mengeluarkan pendapatnya. Luar biasah.

1457537276745Sikap berdoa sebelum makan para The Ambassador BPJS Ketenagakerjaan Camp 1 Batch 2

Kami belajar banyak dari pengalaman ini. Dari semua hal yang diterapkan di pelatihan ini bisa diambil pelajarannya. Pelajarannya adalah semua hal itu ada tata caranya. Semua hal ada tata kramanya. Sebagai contoh, kami diajari bagaimana masuk ruangan. Masuk ruangan harus ada penghormatan dulu. Itu dapat dimaknai bahwa ketika kita masuk ke sebuah rumah, kita harus lebih dulu mengucapkan salam sebagai tanda hormat kita kepada yang punya rumah. Kedua, masalah angkat tangan. Ya, aku nggak tahu juga sih apa manfaatnya angkat tangan. Aku Cuma bisa menangkap bahwa setinggi dan setegak apapun kamu angkat tangan, pasti bakalan encok kalau angkat tangan lama-lama. Ha.

BINTANG, BIASA, DAN TENGKORAK: REPRESENTASI YIN DAN YANG

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa di dalam hidup kita ada hitam dan putih. Ada yin dan yang. Saya pribadi tidak bisa membayangkan kehidupan ini akan seperti apa jika hanya dipenuhi oleh salah satunya saja. Yin saja atau Yang saja. Hidup ini menjadi tidak estetis. Betul?

Kalau itu betul, maka konsep Yin-Yang itu secara tidak sadar juga diterapkan pada yang satu ini: Bintang, Biasa, dan Tengkorak. Ya. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti akan ada hasilnya. Hasil tersebut akan kembali kepada masing-masing individu. Setiap manusia yang melakukan kebaikan pasti akan mendapat reward dari alam, entah bagaimana caranya, hanya Tuhan yang tahu. Begitu pun sebaliknya. Dalam pelatihan ini, kami akan mendapat predikat Bintang, Biasa, dan Tengkorak berdasarkan masing-masing kelakuan kita sepanjang hari selama pelatihan berlangsung.

Screenshot_2016-03-11-14-21-48-1Ini dia para officer! Halo, Pelatih!

Bintang merupakan reward untuk peserta yang aktif, baik, show up, tidak nakal, selalu on time, dan sebagainya. Predikat Biasa diberikan kepada orang yang mungkin tidak terlalu show up tapi tidak nakal. Sedangkan predikat Tengkorak….. ya, you know lah ya. Dari brand-nya aja udah tengkorak. Aku secara pribadi tidak mau menghakimi indikator tengkorak seperti apa, yang jelas kalau dilihat dari konteksnya, tengkorak adalah kebalikan dari bintang. Jadi, yang mendapatkan tengkorak itu adalah………………………. (isi sendiri titik-titiknya)

Oke. Tapi apalah artinya predikat, karena yang terpenting dari semua itu adalah sebuah proses. Proses memahami bahwa kehidupan ini harus seimbang. Sekali lagi, hidup ini ada hitam dan putih. Tidak selamanya yang putih terus bersih tanpa ada noda. Begitu pun sebaliknya, hitam bukan berarti tidak bisa luluran supaya menjadi putih (please ini bukan rasis ya, ini analogi hehe). Namun, di antara yang Bintang dan yang Tengkorak masih ada predikat Biasa. Ini menggambarkan kebanyakan masyarakat kita. Orang-orang yang biasa saja cenderung lebih banyak prosentasenya daripada yang Bintang maupun Tengkorak. Dia bukan yang terbaik, namun dia juga bukan yang terburuk. Namun, bagaimana pun juga, yang biasa saja pasti juga punya sisi unik yang tidak bisa ditemukan pada bintang atau tengkorak. Jadi begitulah gambaran kehidupan ini.

CERMIN, LAMBANG SETIA KAWAN

Ada cerita mengharukan ketika berbicara tentang cermin. Cermin adalah orang yang akan menjadi teman terdekat kita. Cermin adalah orang yang akan selalu ada untuk kita. Di mana pun kita, dalam keadaan apa pun kita, cermin akan selalu ada. Izin ke toilet harus sama cermin. Makan harus berhadapan dengan cermin. Jika cermin telat, kita juga harus telat. Jika cermin dihukum, kita juga harus ikut dihukum. Begitu.

Pada malam pertama pelatihan, kami diminta untuk mencari cermin. Ternyata pada saat itu, karena jumlah pesertanya ganjil, ada satu orang yang tidak mendapatkan partner alias cermin. Perdebatan panjang untuk mendapatkan winwin solution berlangsung agak alot, sebelum akhirnya diputuskan ada salah satu pasangan yang harus bertiga. Ketika diketahui bahwa ada satu orang yang tidak mendapatkan cermin, Pak Putut yang konon memandu kami malam itu bertanya pada kami kira-kira apa sebabnya satu orang itu tidak bisa mendapatkan cermin.

Banyak pendapat yang meluncur dan cenderung menyalahkan oknum. Ha. Tentu tidak ada yang salah dengan semua pendapat itu. Aku pribadi menyayangkan ada pendapat yang berunsur menyalahkan tapi tidak ada solusi. Tapi yah, aku sendiri bercermin kok, waktu itu aku juga enggan berpendapat haha. Jadi, yaudah teko selow wae. Namanya juga pendapat. Toh, akhirnya kami mendapatkan solusi yang tidak merugikan pihak mana pun.

Setelah selesai permasalahan cermin yang pertama, muncul permasalahan kedua. Lagi-lagi tentang cermin. Ada seseorang yang harus izin pulang ke rumahnya karena neneknya sakit parah. Ia merasa harus ada di sana selagi sempat. Ia merasa begitu dekat dengan neneknya, oleh karena itu, ia merasa harus benar-benar meninggalkan pelatihan untuk berada di samping neneknya. Keharuan menyelimuti kami waktu itu. Lagi-lagi ada Pak Putut yang memandu kami menyelesaikan apa yang ia sebut sebagai ‘masalah’. Masalahnya adalah, ketika orang itu pulang, cerminnya juga harus ikut pulang. Ketika kami akan mengusulkan win-win solution, Pak Putut bilang, bahwa bukan itu sikap yang harus diambil oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang cenderung berkelit dari peraturan dan komitmen yang ia buat sendiri adalah sampah. Itulah yang menyebabkan kendornya peraturan-peraturan yang ditegakkan di Indonesia yang juga berdampak pada banyaknya tindak kejahatan seperti KKN. Nah, oleh karena itu, setelah perdebatan panjang dan alot, ada kerelaan hati yang luar biasa. Kerelaan itu berasal dari cermin orang yang akan pulang tersebut. Cermin orang itu rela untuk meninggalkan pelatihan dan pulang karena cerminnya ikut pulang. Kerelaan hati yang luar biasa. Semoga ia menjadi orang yang bermanfaat kelak. Aamiin.

ENJOY THE PAIN?

Hidup enam hari selama pelatihan berlangsung adalah hidup yang setengah sengsara, seperempat terluka, setengahnya seperempat nangis, sisanya bahagia. Bagaimana ceritanya nggak sengsara, ketika waktu makan tiba, makanan sebanyak itu (nasi, lauk, sayur, kerupuk, buah) harus dihabiskan dalam waktu 5 menit. Kadang 4 menit. Kadang 3 menit. Tapi kalau lagi baik sih dikasih 8 menit. Padahal yo nggak semua perut itu perut gentong. Pencernaan langsung tidak beres selama enam hari. Mulut luka-luka tergores kerupuk yang sembarangan dimasukin mulut last minute sebelum suruh angkat tangan. Jari-jari tidak mulus lagi karena harus mengupas salak. True. Salak. Bayangin aja ngupas salak dalam waktu sepersekian detik dan setelah itu seluruh buahnya harus masuk mulut. Mending kalau yang masuk hanya makanan saja. Lha ini setiap makan, kita juga ikut makan bentakan-bentakan dari pelatih yang membuat kita 20 kali lebih kenyang dari kenyang yang normal. Hah. Menyedihkan.

Bagaimana nggak terluka, setiap kumpul dari kamar ke depan hall untuk materi, semua harus lari walaupun itu pake fantofel dan rok bahan. Namanya juga pake fantofel. Pas lari ada yang keseleo lah, ada yang kakinya lecetlah, apalah. Menyedihkan. Lebih terluka lagi adalah ketika suruh push up pas apel pagi, pas ngantuk-ngantuknya. Mending kalau push up sekali jalan selesai. Lha kalau udah push up sampai hitungan sembilan, eh suruh ngulang lagi karena ada yang nggak bareng. Sakitnya tuh di mana-mana. Di tangan, di kaki, pundak, lutut, halah, pokoknya sekujur tubuh.

1457670325965

Bagaimana nggak nangis, setiap kali mau sholat dan keperluan kamar mandi waktunya cuma lima belas menit udah plus antri serta plus lari-lari dari hall ke kamar dan sebaliknya. Ketika materi, duduknya harus di ujung kursi, nggak boleh sandaran. Punggungnya udah encok-encok padahal. Bagaimana bisa nggak nangis, kalau kamu kebelet pipis banget eh pas izin ke toilet nggak dibolehin. Untung nggak ngompol. Dan ada yang menyedihkan lagi, kalau ngantuk pas lagi materi, matanya langsung dituangin freshcare. Memang sih manjur, nggak bakal ngantuk lagi, tapi habis itu langsung nangis lima galon.

Bagaimana nggak bahagia, karena itu semua ternyata terkenang sampai pelatihan ini selesai, bahkan mungkin akan terkenang sampai besok-besok. Terkenang sakitnya, terkenang nangisnya, terkenang sengsaranya. Kata Pak Putut benar. Sangat benar. 100% benar. Pak Putut luar biasa. Begitu keluar dari pelatihan, yang akan diobrolkan untuk dikenang itu bukan materi-materi yang didapat pada saat di hall, tapi kehidupan selama enam hari pelatihan ini. Kehidupan yang pasti akan lama terpatri dalam memori kami.

SAATNYA MELIHAT KE DEPAN, AMBASSADOR!

Pengalaman adalah refleksi terbaik untuk kehidupan seseorang, terlepas seseorang tersebut mau memperbaiki masa lalunya atau tidak. Lewat pengalaman, ia dapat belajar apa yang lebih dan kurang dari hidupnya. Pengalaman yang menjadi refleksi ini juga disajikan oleh KSE dalam pelatihan ini. Pengalaman besar dan berharga, yang sudah sepatutnya disyukuri: Bertemu Founder Beasiswa KSE, Pengurus Yayasan KSE, Petinggi BPJS Ketenagakerjaan, dan juga Donatur-Donatur dari berbagai perusahaan yang selama ini meng-support secara materi untuk para penerima beasiswa KSE di seluruh Nusantara. Aku pribadi memaknai pertemuan ini sebagai momentum yang luar biasa. Kapan lagi? Kapan lagi dapat bertemu dengan para donatur, melihat wajahnya, betapa wibawanya, melihat bagaimana suksesnya beliau-beliau itu? Kapan lagi?

Ada lecutan semangat yang tanpa disadari hadir ketika pertemuan itu. Kesempatan sangat terbuka lebar untuk menyongsong masa depan. Seakan-akan istilah ‘tidak mungkin’ itu tidak ada. Seakan-akan semua pintu dibuka lebar-lebar oleh para orang-orang berjasa besar itu. Mereka menyediakan banyak sekali kail kepada kami, namun kami yang harus memancing untuk mendapatkan ikan-ikan yang besar.

1457671116753The Ambassador BPJS Ketenagakerjaan Camp 1 Batch 2

Berkat mereka, kami dapat bertemu dengan teman-teman dari seluruh nusantara. True. Seluruh Nusantara. Sebanyak 28 Perguruan Tinggi Negeri. Kami bisa menatap dan berkenalan dengan teman-teman dari Aceh sampai Papua. Kami sampai difasilitasi untuk sharing, networking, dan developing dengan teman-teman seluruh Nusantara. Kesempatan emas seperti ini datang kapan lagi? Untuk itu, ayo bangkit, ambassador! Masa depanmu cerah!

HANYA TERIMA KASIH YANG BISA KAMI BERIKAN

Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang Maha Kaya, Tuhan yang Maha Cinta, telah menganugerahkan karunia yang besar agar momentum ini bisa terjadi di dalam kehidupan kami. Terima kasih Founder Beasiswa KSE, Pengurus Yayasan KSE, Petinggi BPJS, dan juga Donatur-Donatur dari berbagai perusahaan yang selama ini meng-support secara materi untuk para penerima beasiswa KSE di seluruh Nusantara yang sudah memberikan kesempatan luar biasa ini kepada kami.

Satu hal yang saya catat. Materi-materi yang diberikan oleh para pembicara di kelas adalah hanya sebagian kecil yang KSE, BPJS Ketenagakerjaan, dan donatur-donatur ingin berikan. Saya yakin semua mahasiswa KSE adalah mahasiswa yang cerdasnya luar biasa. Mereka bisa menangkap materi dengan sekali dengar. Materi hanyalah stimulan untuk asupan pengetahuan dan wawasan mereka. Saya sangat yakin, kehidupan selama enam hari di pelatihanlah yang ingin para ayahanda berikan untuk kami. Segala pelajaran ada di sana. Semuanya. Dan menjadi Ambassador untuk BPJS Ketenagakerjaan adalah hal kecil yang dapat kami lakukan untuk simbiosis mutualisme.

1457671528911Kontingen Universitas Gadjah Mada

Sekali lagi, terima kasih. Benar kata buku tulis sinar dunia, experience is the best teacher. Tidak masalah bagaimana pun bentuk acaranya, yang paling berharga adalah bertemu dengan teman-teman dari seluruh Indonesia, 28 Perguruan Tinggi Negeri, dari Universitas Syiah Kuala (Aceh) sampai dengan Universitas Cenderawasih (Papua). Terima kasih, sudah memberikan kami kesempatan untuk membentuk keluarga baru yang bahagia. Keep sharing, networking, and developing.

Sampai sekarang masih terngiang lagu KSE dan lagu-lagu BPJS Ketenagakerjaan.

Kurang ambassadorable apa coba? Haha

Salam hangat, jangan lupa bercanda dan bahagia

Suzash Gribisy Rabbani

Sastra Indonesia UGM 2014

Kehidupan Seorang Tukang Masak di Sebuah Sekolah Berasrama

Kami memanggilnya Bude, walaupun kami tahu tidak ada satu pun dari kami yang benar-benar satu darah dengannya. Namun demikian, Bude benar-benar seperti Bude kami. Bude yang selalu mengasihi kemenakan-kemenakannya. Selain itu, Bude juga memberikan porsi waktunya untuk kami begitu banyak daripada untuk anaknya sendiri. Bude tidur di rumah kami lebih sering daripada tidur di rumahnya sendiri. Aku sempat berpikir, mungkin ia juga pantas dengan sebutan “Mamak” atau “Embok”.

Bude adalah wanita yang berumur hampir setengah abad. Bude sudah lama hidup dengan mengasuh anaknya seorang diri. Suaminya lebih dulu pergi dipanggil yang Maha Kuasa. Kami mengenal Bude sejak asrama sekolah mulai dipindah ke gedung belakang. Budelah yang setiap hari menyiapkan makan pagi dan makan malam untuk kami, anak-anak yang tinggal di bawah atap yang sama.

Ketika sepertiga malam datang, wanita itu selalu sudah bangkit dari papan tempat ia merebahkan tubuh di malam hari. Suara pisau dapur terdengar sampai lorong-lorong kamar. Dapur terasa hidup pada saat itu. Ada tiga kompor di dapur menemani wanita itu bekerja. Kompor pertama dinyalakan untuk digunakan merebus air minum. Kompor berikutnya dinyalakannya untuk menanak nasi. Kompor ketiga untuk memasak lauk-pauk. Tangannya bekerja cepat mengupas bawang merah dan bawang putih serta meracik bumbu-bumbu lain. Ia nyaris tak pernah menghiraukan tangannya selalu bau bawang setiap paginya. Bahan makanan diraciknya juga dengan cepat dan cekatan.

Ia tidak pernah mengeluh walaupun hampir setiap hari ia selalu menanak nasi lebih dari 3 kilogram. Ia juga meracik banyak sekali bumbu dan bahan makanan untuk lauk pauk. Ia juga mengangkat dua panci besar air yang dimasak untuk dituang ke wadah besar tempat air minum. Ia juga mencuci bekas wadah sayur semalam. Kegiatan itu berulang kali ia lakukan setiap hari.

Ketika pagi datang, semua makanan sudah siap. Nasi sudah tersedia, lauk sudah matang, air sudah siap untuk diminum. Anak-anak mengantri mengambil nasi dan lauk pauk untuk sarapan. Bude merasa senang ketika anak-anak menyantap makanannya dengan lahap dan menghabiskannya. Namun demikian, tidak jarang ada anak yang mengeluhkan masakannya dan memilih untuk sarapan di kantin atau warung depan asrama.

Akan tetapi, Bude tidak pernah marah. Sekali pun ada anak yang bilang masakannya kurang enak, keasinan, kurang garam, kurang gizi, bahkan kurang banyak, bude tidak pernah marah. Entahlah bagaimana di dalam hatinya. Aku harap tidak ada kata-kata yang membuat bude sakit hatinya. Tega sekali jika ada kata-kata yang membuatnya sakit hati. Padahal, wanita itu baru istirahat ketika semua anak sudah selesai sarapan. Saat semua anak mulai berangkat ke sekolah, ia membersihkan dan membereskan semua peralatan dapur. Ia merebahkan diri sejenak setelah semuanya beres.

Sebelum matahari tepat di atas kepala, Bude bangkit lagi untuk menuju ke pasar. Ia berbelanja bahan makanan untuk makan malam dan sarapan esok harinya. Setelah dari pasar, bude mulai lagi untuk memasak makan malam. Ia baru akan beristirahat ketika anak-anak selesai menyantap makan malamnya.

Ternyata, ada manusia biasa selain Presiden, Bupati, Duta Besar, atau Pilot, yang hanya punya waktu untuk tidur kurang dari 5 jam setiap harinya. Wanita itu hanya berpikir untuk menyekolahkan anak tunggalnya setinggi mungkin. Ia rela tidak tinggal di rumahnya dan memilih tinggal di asrama ini. Ia rela banting tulang siang dan malam. Tidak usah diceritakan untuk apa, kau pasti sudah tahu.

Bude, begitu kami memanggilnya, telah berjasa banyak untuk kelangsungan hidup anak-anak yang tinggal di asrama ini. Bude selalu memastikan tidak ada anak yang tidak mendapatkan jatah makan. Semoga amalnya dapat mengantarkannya pada kebaikan-kebaikan lain untuk kehidupannya.

chef

Ini bukan Bude ya. Jangan bayangkan bude seperti ini. Aku tidak punya foto dengan Bude.

Namanya Putri

Dia datang dari pulau Bali. Bukan suku Bali asli. Orang tuanya asli Jawa namun sudah lama bekerja di Bali. Aku tidak ingat betul kapan pertama kali aku berbicara dengannya. Aku tahu namanya Putri setelah perkuliahan hari pertama dilaksanakan. Nama lengkapnya Putri Aprilia. Kulitnya coklat sawo matang. Matanya bulat dan bersahabat. Bola matanya hitam pekat. Bentuk mukanya tidak terlalu lonjong, tapi juga tidak terlalu bulat. Tingginya rata-rata. Aku tidak tahu seperti apa rambutnya karena ia mengenakan jilbab. Ketika ia melemparkan senyum, terlihat bahwa ia adalah seseorang yang sangat tulus. Kau harus melihatnya sendiri.

Ya, ia datang dari pulau Bali. Ia berhasil meraih satu kursi di perguruan tinggi yang terkenal di seluruh negri. Besar tekadnya untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Besar pula ambisinya untuk mengejar cita-cita yang sudah ia bawa dari pulau di seberang sana. Oleh karena itu, ia datang ke Yogyakarta dengan bahagia.

Beberapa lama setelah proses orientasi mahasiswa baru, Putri merasakan hal yang lazim dirasakan mahasiswa rantau lainnya. Orang-orang menyebutnya homesick. Rindu orang tua, rindu rumahnya, rindu kakaknya, rindu kamar tidurnya, rindu lingkungannya, rindu teman-temannya, dan juga rindu pada hal-hal yang ia tinggalkan di sana. Ketika diantar ke Yogyakarta oleh kedua orang tuanya, banyak pesan-pesan yang ditinggalkan oleh mereka. Bukan hanya pesan, namun juga doa dan restu. Orang tuanya meninggalkan Putri di sini dengan rasa percaya yang besar bahwa putri bungsu mereka akan hidup dengan baik. Dengan bekal restu orang tuanya itu, Putri yakin bahwa dia bisa hidup dan belajar dengan baik, walau tanpa orang tua di dekatnya. Kemudian ia bangkit. Banyak hal yang harus ia raih di sini.

Selama semester pertama berlangsung, Putri tinggal bersama sepupunya di kawasan Condong Catur. Semua berjalan baik-baik saja. Semua proses perkuliahan ia ikuti dengan baik. Putri termasuk anak yang aktif di kelas. Bukan hanya aktif di kelas saja, ia juga mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitian HMJ dan ikut bergabung di Lembaga Eksekutif Mahasiswa. Semua aktivitas itu ia ikuti dengan baik. Putri juga bergaul dengan banyak teman dan mengobrol dengan banyak orang. Sekali lagi, semua berjalan baik-baik saja sesuai dengan niat awalnya untuk menuntut ilmu dan meraih cita di kota ini.

Menginjak semester kedua, Putri mengabarkan padaku bahwa ia akan pindah tempat tinggal karena suatu alasan tertentu. Begitu juga dengan Mbak Galih, sepupunya yang selama enam bulan ini tinggal bersamanya.

Oh, iya. Aku lupa sesuatu. Putri mempunyai seorang kakak laki-laki yang juga menuntut ilmu di kota ini, namun berbeda kampus. Kakak laki-lakinya tinggal di rumah neneknya yang terletak di daerah Taman Siswa. Sebenarnya, daerah itu mempunyai jarak tempuh yang cukup jauh, baik ke kampus kakaknya maupun ke kampusnya sendiri. Namun, mau tidak mau, ia harus pindah. Pendek kata, ia tinggal bersama kakaknya di rumah neneknya itu mulai dari awal semester dua.

Pepatah yang berbunyi, “Manusia hanya bisa merencakan, tapi tetap Tuhan yang menentukan” itu berlaku untuk Putri. Dari awal, ia mempunyai niat menuntut ilmu dan mengembangkan diri di kampus. Namun, Tuhan memberinya tanggung jawab dan amanah lain yang mungkin tidak diberikan Tuhan kepada sembarang orang.

Putri tidak terjebak. Tuhan sudah menggariskannya. Dari awal semester dua hingga hari ini, Putri tinggal bersama kakak laki-laki dan neneknya. Neneknya sudah tua. Usianya hampir tujuh puluh lima tahun. Sebelum Putri dan kakaknya datang ke kota ini, neneknya tinggal sendiri. Namun, karena usianya semakin tua, kesehatannya mulai tidak stabil. Mungkin karena itu, Tuhan mengirimkan Putri dan kakaknya untuk menjadi malaikat yang senantiasa merawat dan menemani nenek di hari tuanya.

Tentu saja dengan keadaan yang demikian, Putri tidak lagi dapat berkegiatan di kampus terlalu sering. Ia sering datang hampir terlambat setiap kuliah. Bukan karena ia malas-malasan. Ia selalu bangun pagi untuk memasak air, menanak nasi, mencuci piring, membersihkan rumah, mengantar neneknya mandi, dan menyiapkan lauk pauk untuk neneknya. Setelah semuanya siap, ia baru akan mengurus dirinya sendiri dan bersiap untuk kuliah. Hal itu berlangsung setiap hari. Di saat teman-teman lain sibuk ke perpustakaan, rapat, diskusi, nongkrong, main, dan sebagainya, Putri harus cepat-cepat pulang ketika kelas selesai. Ia harus memastikan neneknya makan dengan baik dan tidak terjadi sesuatu apapun.

Jarang sekali mahasiswa rantau yang jauh dari orang tua memiliki kehidupan yang demikian. Sebagian perantau berjuang untuk dirinya sendiri agar dapat hidup dengan baik, meraih IPK bagus, aktif di organisasi kampus, dan mungkin juga kerja paruh waktu. Namun, Putri tidak. Ia merantau, menuntut ilmu, juga merawat neneknya setiap hari. Ia tak pernah mengeluhkan waktunya yang seharusnya bisa untuk ke perpustakaan, pergi main, atau ikut kegiatan kampus seperti teman-temannya, terpakai untuk menemani neneknya di rumah. Aku yakin, walaupun ia tak lagi bisa sering berkegiatan di kampus seperti yang ia niatkan, ia akan mendapatkan lebih dari niatnya. Tuhan memang bijaksana. Belum tentu orang lain dapat seperti Putri dan kakaknya. Mereka merawat neneknya yang makin hari makin menua tanpa mengeluh.

Putri pernah bilang padaku begini, “Aku percaya setiap perbuatan yang kita lakukan akan kembali lagi pada kita, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk”. Iya. Benar. Selama kita berbuat baik, maka kebaikan-kebaikan akan selalu mengelilingi kita.

Oh iya. Aku lupa. Di awal sudah kukatakan, ketika Putri melemparkan senyum, akan terlihat bahwa ia adalah orang yang sangat tulus. Itu benar. Seratus persen benar. Kau tidak percaya? Silakan berkenalan dengannya.

20151216_113023Ini aku dan Putri. Kami teman baik.

Aku percaya setiap perbuatan yang kita lakukan akan kembali lagi pada kita, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk (Putri, 2015)